Sektor publik merujuk pada organisasi atau badan yang dikelola oleh pemerintah dan berfungsi untuk memberikan layanan kepada masyarakat. Menurut Undang-Undang nomor 14 tahun 2008, organisasi sektor publik mencakup lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan lembaga negara lainnya yang tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara serta sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Contoh organisasi sektor publik meliputi Kementerian dan Lembaga Pemerintahan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Daerah (BUMD) yang memiliki tugas pelayanan publik, sekolah dan rumah sakit milik pemerintah, lembaga legislative (DPR, DPRD), serta lembaga penegak hukum.

Dalam menjalankan fungsi penting ini, organisasi sektor publik sering kali menghadapi berbagai hal yang dapat mengganggu pencapaian tujuan dan sasaran mereka, antara lain inefisiensi belanja, kebocoran anggaran, disharmoni kebijakan, risiko fraud, dan lainnya. Hal yang mengganggu pencapaian tujuan dan sasaran mereka disebut risiko. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) ISO 31000:2018[1], risiko adalah “efek ketidakpastian terhadap sasaran.” Efek ini bisa berupa penyimpangan dari yang diharapkan, yang dapat berdampak negatif (ancaman) atau positif (peluang).

Untuk mengelola risiko tersebut, organisasi perlu menerapkan manajemen risiko yakni aktivitas terkoordinasi untuk mengarahkan dan mengendalikan organisasi dalam kaitannya dengan risiko (SNI ISO 31000:2018). Hal yang perlu menjadi penekanan untuk sektor publik merujuk pada terminologi tersebut adalah aktivitas terkoordinasi untuk mengarahkan dan mengendalikan. Hal ini menekankan pemahaman bahwa manajemen risiko yang dimaksud bukan hanya sebatas aktivitas pengukuran risiko, atau pencatatan risiko, namun memerlukan aktivitas yang terkoordinasi dan menyeluruh antar fungsi dan bagian dari organisasi sektor publik Dalam dalam kaitannya dengan hal tersebut, pemerintah Indonesia telah memberikan mandat bagi organisasi sektor publik untuk menerapkan manajemen risiko secara menyeluruh dan terkoordinasi yang dituangkan pada Peraturan Presiden (Perpres) No. 39 Tahun 2023 tentang Manajemen Risiko Pembangunan Nasional (MRPN). Hal ini dilakukan untuk mendukung pencapaian sasaran pembangunan strategis dan memastikan pengelolaan risiko terintegrasi dari semua program, proyek, dan kegiatan pemerintah.

Hal yang tidak kalah penting dalam rangka implementasi MRPN sebagaimana diatur dalam Perpres tersebut tidak akan berjalan maksimal tanpa kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompeten, sebagaimana diatur pada Pasal 23 Perpres No. 39 Tahun 2023, yang menekankan pentingnya membangun budaya manajemen risiko lintas sektor. Salah satu strategi kuncinya adalah pemberdayaan dan peningkatan kompetensi SDM dalam pengelolaan risiko

Untuk menjawab kebutuhan tersebut, Way Academy hadir sebagai mitra dari organisasi sektor publik untuk membangun sinergi bersama guna mewujudkan tujuan dari penerapan manajemen risiko itu sendiri, yaitu proses penciptaan dan perlindungan nilai.

[1] SNI ISO 31000 diadopsi dari Standar Internasional ISO 31000